Lamongan, Rabu, 2 Maret 2022, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan (Unisla) mengadakan Webinar Internasional bertemakan, The face of moderate Islamic education in the word. Webinar internasional ini menghadirkan pembicara dari PCI NU Mesir dan National Pingtung University, Taiwan.
Dalam acara yang diikuti oleh kurang lebih 300 peserta ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor I Unisla, Bapak H Zulkifli Lubis. Dalam sambutannya beliau menegaskan pentingnya memberikan wawasan pendidikan Islam yang moderat kepada para mahasiswa yang ada di Unisla.
“Saya berharap bagaimana memberikan pendidikan yang moderat, mengenalkan Islam yang moderat, Islam wasatiyah, Islam yang ahlussunnah wal jamaah. Tidak hanya di lingkungan NU dan Indonesia, tapi di dunia. Sehingga tema hari ini wajah pendidikan islam moderat di dunia”. Tuturnya
Lebih lanjut, beliau menyampaikan keprihatinannya bahwa Ideologi transnasional yang sudah masuk hari ini sungguh membuat wajah Islam Indonesia sedikit traumatic dan membuat kita takut. Bagaimana adab, budaya yang sudah menjadi tradisi kita bersama, sejak zaman Wali Songo kini masih dipertanyakan. Ini merupakan keprihatinan perkembangan keislaman kita, yang mana justru melalui budaya itu, Islam di Indonesia berkembang dengan cepat. Sangat kontra prosuktif.
“Beragama ini penuh kenikmatan, beragama penuh kelezatan, bukan malah saling mengkafirkan, saling mengancam dengan kemaksiatan. Saya kira kontra produktif dengan perkembangan Islam di Indonesia.” Imbuhnya.
Di akhir sambutannya beliau menegaskan komitmen Unisla akan menjadi bagian dalam melestarikan Islam moderat kepada mahasiswa. “Sungguh tidak hanya menjadi slogan maupun kalimat, Unisla bertekad menjadi salah satu kampus terkemuka di jawa timur yang akan melestarikan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah khususnya An Nahdliyah.” Pungkasnya.
Pembicara dari PCINU Mesir, KH. Muhlason Jalaluddin, LC., MM., memaparkan, kalau di salah satu lembaga pendidikan tertua di dunia yakni Al Azhar Mesir pada pendidikan mahasiswanya pun sangat dikontrol. Beliau menegaskan bahwa Al Azhar mengontrol semua pendidikan Islam di Mesir. Lembaga pendiidkan di Mesir menerapkan wasatiyah Ahlussunnah Wal Jama’ah, tasamuh, toleransi antar agama dan persaudaraan antar manusia.
Dalam pandanga lain KH Muhlason mengungkapkan bahwa ada alumni Al Azhar sendiri yang tidak toleran sebagaimana beberapa terjadi di tanah air, beliau memaparkan tidak semua apa yang dibawa dari luar dibawa masuk, diterima secara mentah-mentah. Tetapi ketika ke Indonesia kita pilih mana yang sesuai. Sehingga wawasan kita, wawasan internasional, tapi tingkah laku kita sesuai dengan kearifan dan budaya lokal, karena meneruskan ajaran-ajaran yang baik adalah tuntunan Islam.
Narasumber lain, Yoyok Amiruddin dari National PingtungUniversity, Taiwan mengambarkan bagaimana pendidikan Islam dan keislaman di tengah-tengah masyarakat Taiwan. Ekspresi keagamaan di Taiwan tidak dibatasi, bahkan dipersilahkan, kapan saja kita melaksanakan kegiatan keagmaan tidak ada larangan, asalkan tidak menganggu orang lain.
Tidak ada larangan apapun dalam ekpresi beragama, meskipun negara tidak ikut mengatur secara detail seperti di Indonesia. Itu yang saya rasakan sebagai warga Indonesia. Kita pernah mengundang Habib Syekh, Cak Ainun Najib, Gus Muwafiq, Gus Miftah dan lain-lain, tidak masalah, asalkan tidak menganggu, tdak meninggakan sampah apapun ketika selesai.
Lebih lanjut beliau menuturkan bahwa, dalam pendidikan, negara tidak mengharuskan atau mewajibkan pendidikan agama untuk masuk di kurikulum nasional. Di sini diangap sesuatu yang privasi. Mau belajr agama dipersilahkan, tapi tidak ada kewajiban dari negara.” (akm)
No comment